Pada
jaman dahulu di daerah Jawa Barat ada seorang lelaki yang sangat kaya. Seluruh
sawah dan ladang di desanya menjadi miliknya. Penduduk desa hanya menjadi buruh
tani penggarap sawah dan lading lelaki kaya itu. Orang kaya itu oleh penduduk
desa dijuluki Pak Kikir karena memang dia adalah orang yang sangat kikir.
Kekikirnya Pak kikr tidak pandang bulu, sampai-sampai terhadap anak lelaki
satu-satunya pun dia juga sangat pelit.<
Untunglah
sifat kikir itu tidak menular pada anak lelakinya itu. Anak Pak Kikir itu
berwatak baik. Tanpa sepengetahuan ayahnya, sering dia membantu tetangganya
yang kesusahan.
Menurut
anggapan dan kepercayaan masyarakat desa itu, jika menginginkan hasil panen
yang baik dan melimpah maka harus diadakan pesta syukuran denga baik pula.
Takut jika panen berikutnya gagal, maka Pak Kikir terpaksa mengadakan pesta
syukuran dan selamatan semua warga desa diundang oleh Pak Kikir. Penduduk desa
mengira akan mendapatkan makanan yang enak dan lezat dalam selamatan itu.
Perkiraan itu meleset, ternyata Pak Kikir hanya menyediakan hidangan ala
kadarnya, itupun tidak cukup untuk menjamu seluruh orang yang diundang.
Banyakdinatara undangan yang tidak mendapat makanan. Mereka akhirnya hanya
dapat mengelus dada atas sikap Pak Kikir yang lagi-lagi terbukti kikir.
“
huh!! Sudah berani mengundang orang ternyata tidak dapat menyediakana makanan,
sungguh keterlaluan, buat apa hartanya yang segudang itu”
“Tuhan
tidak akana memberikan berkah pada jartanya yang banyak itu”
Demikianlah
pergunjingan dan sumpah serapah dari orang-orang miskin mewarnai pesta
selamatan yang diadakan Pak Kikir.
Pada saat pesta selamatan sedang
berlangsung, tiba-tiba datanglah seorang nenek tua renta yang meminta sedekah
pda Pak Kikir.
“Tuan...
berilah saya sedekah, walau hanya dengan sesuap nasi…”rintih nenek tua itu
“Apa
sedekah? Kau kira untuk menanak nasi tidak diperlukan jerih payah hah...?
“Berilah
saya sedikit saja dari harta tuan yang berlimpah ruah itu......??”
“Tidak!
Cepat pergi dari sini, kalau tidak aku akan suruh tukung pukulku untuk
meghajarmu!!”
Nenek
itu nampak mengeluarkan air mata.
Demikianlah nenek tua itu tidak mendapat
sedekah tetapi malah diusir sevcara kasar oleh Pak Kikir. Dia segera
meninggalkan halaman rumah Pak Kikir.<
Nenek
itu merasa sangat bergembira ” sungguh baik engkau nak, semoga kelak hidupmu
menjadi mulia”
Setelah
si anak muda itu pergi, si nenek melanjutkan perjalanannya. Sampailah dia di
sebuah bukit dekat desa, dia berhenti sejenak. dilihatnya rumah milik Pak Kikir
yang paling besar dan megah di desa itu. Sementara penduduk sekelilingnya
menderita karena ketamakan Pak Kikir.
Karena
melihat kelakukan Pak Kikir itu, si nenek marah dan berkata ” ingat-ingatlah
Pak Kikir, keserakahan dan kekikiranmu akan menenggelamkan dirimu sendiri.
Tuhan akan menimpakan hukuman kepadamu”
Nenek
itu lalu menancapkan tongkatnya di tanah, lalu dicabutnya lagi. Dari lubang
tancapan itu memancar air yang sangat deras. Makin lama air itu makin besar dan
menuju ke desa.
“Banjir!”
“Banjirrr!!!!!” teriak orang-orang desa yang mulai panic melihat datangnya air
bah dari lembah itu.
Anak
Pak Kikir segera menganjurkan orang-orang agar segera meninggalkan desa dan
lari ke atas bukit.
“Cepat
tinggalkan desa ini, larilah ke atas bukit yang aman”
“Tapi sawah dan ternak kita bagaimana?”
“Kalian pilih harta atau jiwa? Sudah tidak ada
waktu untuk membawa harta lagi”
Anak
Pak Kikir yang bijak itu terus berteriak-teriak mengingatkan penduduk desa. Ia
juga membujuk ayahnya agar segera keluar rumah.<
“Ayah
cepat tinggalkan rumah ini, kita harus segera keluar menyelamatkan diri”
“Apa?
Lari begitu saja. Tolol!! Aku harus mengambil peti hartaku yang kusimpan di
dalam tanan dulu”
Karena
tidak ada waktu anak Pak Kikir segera berlari menyelamatka diri, sementara Pak
Kikir terus mengumpulkan harta bendanya. Dia terlambat menyelamatkna diri,
akhirnya tenggelam dalam arus air bah.
Sebagian
besar penduduk desa termasuk putera Pak Kikir selamat. Mereka sedih melihat
desanya tenggelam. Kemudian mereka memutuskan untuk mencari daerah baru. Mereka
mengangkat anak Pak Kikir sebagai pemimpin desa mereka yang baru.
Putera Pak Kikir
lalu menganjurkan penduduk untuk mengolah tanah yang telah dibagi rata.
Pimpinan desa baru itu mengajari penduduk menanam padi dan bagaimana mengairi
sawah secara baik. Desa itu kemudian disebut desa Anjuran, penduduk desa selalu
mematuhi anjuran pimpinannya.
Lama
kelamaan desa itu berkembang menjadi kota kecil disebut Cianjur. Ci berarti
air. Cianjur berarti daerah yang cukup mengandung air. Anjuran pemimpin desa
dijadikan pedoman para petani dalam mengolah sawah, maka sampai sekarang ini
beras Cianjur dikenal sangat enak dan gurih.
3 Agustus 2017 pukul 12.21
lumayan untuk mengenal cianjur