Kota
Siena yang indah itu seringkali dinamakan orang Kota Impian. Oleh sebab itu di
kota itulah orang menemukan bangunan-bangunan yang cantik. Istana yang megah
serta tulisan-tulisan yang menakjubkan. Kota yang terletak di daerah Tuscany,
pada jantung Negeri Italia yang menjulur ke laut seperti sepatu seorang
prajurit. Pada jaman dahulu merupakan sebuah kota dimana seorang pelukis
amatlah dihormati orang dan diperlakukan seperti seorang pangeran layaknya.
Tiada heran kalau seorang anak yang mulai tumbuh nampak mempunyai bakat seorang
pelukis, serta merta anak itu pun diserahkan kepada seorang seniman yang ada,
dengan harapan bahwa anak itu kelak akan menjadi seorang pemahat keindahan yang
termashur.
Maka ada seorang anak petani melarat
yang hidup di pinggiran kota, bernama Domenico. Ia seorang anak yang semenjak
bisa memegang sebatang arang dengan jari-jarinya menunjukkan gairah seorang
calon pelukis yang tumbuh kuat dalam dirinya. Ia segera belajar melukis apa
saja yang bisa terlihat olehnya. Tempayan yang terdapat di dapur ibunya, binatang-binatang,
pohon-pohon dengan kemiripan yang mengagumkan. Domenico memang terhitung anak
yang bernasib mujur. Seorang bangsawan yang bernama Lorenzo Beccafumi tertarik
pada bakat yang dimiliki anak ini dan atas persetujuan orang tuanya, ia membawa
anak itu ke kota untuk diserahkan kepada seorang pelukis yang dikenalnya.
Pada hari pertama kehidupannya di
Kota Siena yang mashur itu Domenico sempat menikmati kegembiraan yang bukan
kepalang. Ia bisa melukis lebih banyak lagi. Tapi bukan itu saja, ia juga
memperoleh kawan-kawan baru, dengan siapa ia sering mengisi waktu-waktu yang
tersisa untuk menulusuri jalan-jalan sempit. Bersembunyi pada pojok-pojok jalan
yang sepi atau mengisi dengan teriakan-teriakan yang riuh.
Namun saat yang begitu indah, hanya sejenak
bisa dinikmati oleh Domenico yang sering dijuluki Mecherino oleh
kawan-kawannya, yang berarti Domenico kecil. Ayah angkatnya, yaitu bangsawan
Lorenzo Beccafumi menyerahkan Domenico kepada seorang pelukis terkenal. Selain
belajar melukis, maka Domenico harus membersihkan lantai, pergi berbelanja,
membersihkan piring, dan sendok serta pekerjaan lainnya.
Pelukis yang menjadi gurunya adalah
seorang pelukis tersohor yang amat keras dalam sikap mendidik muridnya. Tentu
saja Domenico kehilangan sama sekali waktu untuk bersenang-senang bersama
kawan-kawannya. Hal semacam ini tentu saja menjengkelkan hatinya. Maka tak ayal
lagi Domenico sering bertanya kepada gurunya, “Kenapa saya tidak boleh bermain
dengan kawan-kawan saya?”
“Kalau kau mau menjadi pelukis ternama,
maka pertama tama kau harus melupakan
permainan anak-anak itu!”, ujar gurunya.
Tapi Domenico masih seorang
anak-anak yang menyukai permainan seperti juga ia mencintai lukisan. Maka ia
tak habis pikir, kanapa seorang anak tak boleh bermain-main?
Pada suatu hari Domenico disuruh
gurunya pergi membeli ikan di pasar. Ia segera mengambil sebuah keranjang dan
dengan lincah berlari menuju pasar. Di tengah-tengah keramaian itulah nampak
berbagai warna-warni pakaian yang indah-indah, seperti menampakkan pelangi yang
bertebaran. Sangat indah sekali di mata seniman kecil seperti Domenico.
Segera Domenico mendekati tempat
penjualan ikan dan setelah menimbang-nimbang sejenak, ia pun duduk berjongkok
di depan penjual ikan dan mulai melakukan tawar menawar. Malang bagi Domenico,
sebab seorang anak berandal kawannya yang sering dikalahkan oleh Domenico dalam
beberapa pertandingan, kali ini bermaksud melakukan pembalasan. Diam-diam anak
itu merangkak mendekati Domenico, lalu melubangi bagian alas dari keranjang ikan
yang ditaruh oleh Domenico di sampingnya.
Dan bisa kita bayangkan apa yang
terjadi selanjutnya. Selagi Mecherino asyik melayangkan pandangannya pada suatu
benda-benda tentu saja memukaukan penglihatannya, ikan-ikan yang dibelinya tadi
berjatuhan satu per satu di jalan. Dan selanjutnya, amarah yang meluap-luap
dari gunrunya, caci maki serta sumpah serapah yang tidak berketentuan lagi.
“Kau! Setan tolol! Cuma ingat
bermain-main saja! Ingat baik-baik ucapan saya, kau tidak akan pernah menjadi
seorang pelukis!” Domenico cuma bisa berdiam diri.
Dan sejak itu, nasibnya menjadi
semakin buruk. Ia sudah harus sibuk sejak matahari muncul di langit sampai
ketika bintang-bintang pun menghilang.
Lalu datang pula satu ketika, di
mana Domenico disuruh lagi oleh gurunya untuk pergi membeli ikan. Sebab sang
guru ternyata menyukai ikan lebih dari segala macam makanan di atas dunia ini.
Kali ini, tentu saja Domenico amatlah berhati-hati dan tidak mau ceroboh. Dan
ketika ia tiba, ia segera menyimpan ikan-ikan itu di dapur.
Lalu memasuki ruang belajarnya, di
mana ia harus berlatih melukis setiap hari. Dan di saat itulah ketika gurunya
kebetulan sedang keluar, ia menemukan sebuah pikiran yang membuat ia tersenyum
sendiri.
Untuk bisa melunakkan hati gurunya,
maka pertama-tama ia harus bisa membuat gurunya senang. Dan untuk itu, maka
jalan yang terbaik adalah dengan sebuah lelucon. Ia akan menunjukkan pada
gurunya bahwa ia mampu bermain-main dan bekerja dengan sebuah lelucon! Domenico
yakin bahwa rencananya akan berhasil.
Maka dengan tidak membuang waktu
lagi, Domenico segera membawa alat-alat gambarnya serta cat minyak berwarna
persis seperti ikan yang dibelinya tadi, menuju pintu depan. Lalu ia melukis
ikan-ikan bertebaran di atas tangga, sebegiu indahnya sampai ikan-ikan itu bisa
membuat kau bersumpah tujuh kalu bahwa itulah ikan yang hidup. Masih segar
seakan-akan baru keluar dari dalam air.
Sehabis itu, tentu saja Domenico
segera mencari tempat yang baik untuk
menunggu. Dan seperti yang diharapkan, tak lama kemudian sang guru pulang.
“Hai! Kenapa kau duduk di situ,
pemalas! Kau membuang waktu yang indah percuma saja. Cepat bekerja! Atau ...”
sang guru mulai dengan omelannya yang biasa, “Kau sudah menghilangkan lagi
ikan-ikanku?”
“Saya sudah membawa seluruhnya
dengan selamat tuan”, sahut Domenico.
“Masuklah dan tuan akan
menyaksikannya.”
Sang guru segera masuk. Dan ketika
ia baru menginjakkan kakinya pada anak tangga yang pertama, saat itulah matanya
menangkap ikan-ikan yang bergelimangan di tangga.
“Kurang ajar! Anak tak ada guna!
Kenapa kau biarkan ikan-ikan itu bertebaran di tangga? Demi segala malaikat!
Ayo cepat pungut ikan-ikan ini!”
“Wah, maaf Tuan. Saya tidak bisa
memungutnya!”
“Apa? Kau akan kena hajar sampai kau
tidak lupa seumur hidupmu!” Dengan sangat marah sang guru segera berteriak,
lalu menunduk dan hendak memungut sendiri ikan-ikan itu dan menyaksikan bahwa
ikan-ikan itu cuma sekedar lukisan!
Ia berdiri dengan mulut menganga dan
mata membelalak lantaran heran.
“Siapa yang melukis ikan-ikan
sebagus ini?”
“Saya Tuan”, sahut Domenico bangga.
“Kau?” setengah percaya pelukis yang
menjadi gurunya itu bertanya.
“Ya, tuan. Saya ingin menunjukkan
bahwa dengan sedikit main-main saya juga mampu melukis yang baik dan bekerja
dengan baik juga”, kata Domenico.
Sejak saat itu sang guru mulai
sangat lunak memperlakukan Mecherino atau Domenico cilik. Dan anak itu mulai
punya waktu untuk bermain.
Nah! Bilamana kau pergi ke Kota
Impian Siena, maka kau akan jumpai hasil karya pelukis besar Domenico di Pace
Beccafumi, seorang pelukis tersohor dari jamannya yang banyak membuat
lukisan-lukisan yang indah dan menakjubkan.
0 Response to "IKAN BAGI SANG GURU (Cerita Rakyat dari Italia)"
Posting Komentar